Terdapat seorang ulama besar pejuang kemerdekaan, pendiri universitas, penasehat Kodam V
Brawijaya, sekaligus kiai yang senantiasa berada di tengah-tengah santrinya
untuk menggelar pengajian. Beliau adalah KH. Mahrus Aly, tokoh yang merakyat,
namun sulit bagi kita untuk tidak mengatakan bahwa beliau adalah “orang besar”.
Marilah kita simak kehebatan kisah hidupnya.
KH. Mahrus Aly lahir pada tahun 1906
di Dusun Gedongan, Kecamatan Astanajapura,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Beliau merupakan anak bungsu dari sembilan
bersaudara, dari pasangan KH. Aly bin Abdul Aziz dengan Hasinah binti KH.
Sa’id.
Masa kecil beliau dikenal dengan
nama Rusydi dan lebih banyak tinggal di tanah kelahiran. Sifat kepemimpinan
beliau sudah nampak dari kecil. Dalam
kesehariannya beliau menuntut ilmu di surau pesantren
milik keluarga. Beliau diasah oleh ayah sendiri, KH. Aly dan sang kakak
kandung, Kyai Afifi. Saat berusia 18 tahun, beliau melanjutkan menuntut ilmu ke Pesantren
Panggung, Tegal, Jawa Tengah di bawah
asuhan KH. Mukhlas kakak iparnya sendiri.
Di
sinilah kegemaran belajar ilmu nahwu KH. Mahrus Aly
semakin teruji dan mumpuni. Selain itu beliau juga belajar silat kepada KH.
Balya, ulama jawara pencak silat asal Tegal Gubug, Cirebon. Pada saat mondok di
Tegal ini pula beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1927 M.
Tahun
1929 M. KH. Mahrus Aly melanjutkan ke pesantren
Kasingan, Rembang, Jawa Tengah yang
diasuh
oleh KH. Cholil. Setelah lima tahun, beliau berpindah ke
Pondok Pesantren
Lirboyo Kediri untuk melanjutkan menuntut ilmu. Beliau juga menjadi pengurus
serta pengajar di Lirboyo karena mempunyai ilmu yang mumpuni dan dikenal tidak
pernah letih mengaji. Bahkan saat libur pun beliau memilih untuk tetap mengaji
di pondok lain seperti di Pondok Tebu
Ireng asuhan KH. Hasyim Asy’ari.
Beliau
sangat disukai oleh KH. Abdul Karim karena
ketekunan dan kealimannya, hingga diangkat sebagai menantu dengan
menikahkan salah satu putri KH.
Abdul Karim yang bernama Zaenab. Beliau menikah pada tahun 1938 M. Pada tahun
1944 M. KH. Mahrus Aly
membangun rumah di sebelah timur komplek Pondok atas perintah KH. Abdul Karim.
Sepeninggal KH. Abdul Karim, KH.
Mahrus Aly bersama KH. Marzuqi Dahlan meneruskan tambuk kepemimpinan Pondok
Pesantren Lirboyo. Di bawah
kepemimpinannya, Pondok
Lirboyo mengalami kemajuan yang pesat.
Santri berduyun-duyun datang untuk menuntut ilmu dan mengharapkan barokah dari
KH. Mahrus Aly dan KH. Marzuqi Dahlan.
KH. Mahrus Aly mempunyai andil besar
dalam perkembangan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, bahkan beliau diangkat sebagai
Rois Syuriyah Jawa Timur selama hampir 27 Tahun, hingga akhirnya diangkat
menjadi anggota mustasyar PBNU pada tahun 1985 M.
Beberapa jasa KH. Mahrus Aly yang
paling populer adalah:
1.
Mendirikan
Perguruan Tinggi
Pada tahun 1996, KH. Mahrus Aly
mendirikan Perguruan Tinggi bernama UIT (Universitas Islam Tribakti) dengan
tujuan mengembangkan Ilmu Pengetahuan Islam di Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa beliau
memiliki pemikiran yang revolusioner sebagai kyai yang notabennya tidak menempuh
pendidikan formal. Universitas Islam Tribakti merupakan warisan luhur beliau
yang dapat kita lihat sampai hari ini.
2.
Melawan
Penjajah dan Menumpas PKI
Beliau juga berperan melawan penjajah,
dibuktikan saat beliau memerintahkan 97 santri lirboyo untuk menumpas sekutu di
Surabaya. Peristiwa tersebut dikenang dengan perang 10 November. Beliau juga
berkiprah besar dalam penumpasan PKI di sekitar Kediri.
Perlawanan ini mengisyaratkan bahwa
pesantren bukanlah alasan bagi beliau untuk tidak membela dan memperjuangkan
tanah air.
Tanggal 18 Mei 1985, kesehatan beliau benar-benar memburuk,
setelah opname di RS. Bhayangkara Kediri, beliau dirujuk ke RS. Dr. Soetomo
Surabaya sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 26 Mei
1985. Beliau wafat diusia 78 Tahun.
Dari pemamparan singkat mengenai
biografi beliau dapat saya ambil kesimpulan bahwa beliau adalah benar-benar
”orang besar” dengan proes yang panjang. Bagai mutiara di tengah lautan yang
dalam, indah dan bernilai jika kita mengerti dan paham.
Pertanyaanya, Sebagai generasi penerus
bangsa, mau dan mampukah kita mewarisi semangat beliau yang tekun berjuang demi
agama, masyarakat, dan negara?
Editor : Fina
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Tiga Tokoh Lirboyo, Cetakan ke 3 Tahun 1995.
Wawancara langsung
dengan Kiyai Basyaruddin, Alumni
Pondok Pesanten Lirboyo. 1998. Hari
jumat, 9 September 2022. Pukul 20.00 WIB.
Mugi² kelumeberan barokah e mbah yai🤲
BalasHapusSubhanallah, nderek mulung barokah poro yai🤲
BalasHapus