Bermula dari konsolidosa syariah yang rutin digelar oleh
department jomlo, terceletuk obrolan santuy dari salah seorang eksponennya
(sebut saja bang yahuud) yang menyinggung tentang pentingnya apresiasi. Dari
situ penulis terangsang untuk sedikit corat-coret yang berkaitan dengan budaya
apresiasi di lingkungan kehidupan kita. Tulisan ini hanya sekedar refleksi
terkusus bagi penulis dan terlebih harapannya juga bisa bermanfaat bagi
pembaca.
Oke, Langsung saja, sretttt...
Menurut KBBI, salah satu arti dari kata “mengapresiasi”
adalah memberi penghargaan. Tapi sadarkah kita bahwa tindakan mengapresiasi itu
tak sesederhana yang dituliskan dalam KBBI? Bahkan bagi sebagian orang,
mempercayai apresiasi hal yang sederhana itu bagaikan mempercayai kembali
kehidupan dinasaurus di abad 21 M ini. Hihi
Memberi apresiasi berkaitan erat dengan memberi penilaian
positif pada sesuatu atau seseorang. Ya, tentu saja, bagaimana bisa memberikan
penghargaan jika kita tak bisa melihat sesuatu yang positif dari objek
penghargaan itu. Masalahnya, seberapa bisa kita memberi penilaian positif
pada sesuatu atau seseorang? Oke, saya batasi ocehan ini pada lingkup manusia.
Kalau orang itu memang baik, benar, normal, “lurus”, berprestasi, bisa diajak kerja
sama, bisa memperbaiki situasi, taat prosedur, dan dalam kondisi yang serba
baik, pasti mudah mengapresiasinya. Segala pujian pasti diberikan dengan
bertubi-tubi padanya. Tapi bagaimana jika sebaliknya? Bagaimana jika orang itu
bikin kita ngga sreg, kerjaannya gak mencapai target, attitudenya
minus, bahkan ngga bisa diajak kerja sama. Masih bisakah kita memberikan
apresiasi baginya? Mungkin bisa. Tapi kemungkinan besar hanya lip service atau
hanya sekedar basa-basi saja.
Biar lebih loss doll (istilah madzhab ala caknan)
dalam mencerna tema ini akan coba penulis ilustrasikan seperti sebuah
pelatihan. Sebut saja Ndan Sanoel sebagai trainernya. Pemilik rambut gondrong
nan eksotis itu menuliskan sejumlah soal matematika. Soalnya tidak rumit.
Bahkan terlalu mudah dan sederhana. Dengan sengaja, Ndan Sanoel menuliskan satu
jawaban salah, sementara jawaban lainnya benar. Saat tiba di jawaban yang
salah, peserta pelatihan memprotes Ndan Sanoel. Para peserta riuh memprotes
jawaban terakhir yang salah itu. Kemudian ndan sanoel seraya tersenyum manis
melebihi manisnya madu (konon katanya, sekali sengum bisa meng-gogrok-kan hati
rekanita yang melihatnya) dan mengatakan bahwa jawaban soal terakhir memang
disengaja salah. Kata Ndan Sanoel, kenapa kalian hanya fokus pada satu jawaban
yang salah saja, dan tidak mengapresiasi atas jawaban yang benar?
Seketika membungkam seluruh peserta.
Dalam keseharian, mungkin ilustrasi yang diperankan Ndan
Sanoel ini sering kita alami. Baik kita sebagai subjek atau sebagai objeknya.
Begitu pula dalam aktivitas pekerjaan, organisasi, dan lainnya. Demikianlah
hakikat kehidupan kita. Kita lebih mudah menemukan dan bereaksi terhadap
kesalahan orang. Juga, kita lebih mudah membesar-besarkan kesalahan orang lain
ketimbang kebaikan-kebaikannya. Pendekatan seperti ini akan mengecilkan hati,
bahkan yang dikritik menjadi cenderung defensif dan reaktif.
Lalu pertanyaan lugunya, bagaimana supaya bisa menjadi orang
yang mudah mengapresiasi orang lain?
Muhibbin jomlo prestis rohimakumullah,
kuncinya adalah usahakan selalu pakai heart sanitizer.
Apaan tuh?Jika pemakain hand sanitizer digunakan untuk membersihkan bakteri atau virus dikulit, penggunaan heart
sanitizer juga bisa membersihkan dari virus-virus yang menempel di hati
seperti virus kebencian dan buruk sangka misalnya. Hal tersebut berimplikasi
pada cara pandang seseorang yang akan lebih didominasi dari sisi negetifnya.
Kabar buruknya, seperti halnya Virus Corona, orang yang terjangkit virus
kebencian dan buruk sangka dapat menular dan menyebar ke mana-mana. Bisa
jadi lebih dahsyat penyebarannya. Bukan hanya di dunia nyata bahkan di dunia
maya sekalipun. Bisa juga sampai ke dunia lain. Kabar baiknya, Sampai saat
ini untuk Virus Corona belum ditemukan penyebarannya melalui dunia
maya atau adanya hantu yang terjangkit misalnya. Belum ada beritanya. oke
stop bahas covid gaes...
Lanjut, bentuk manifest dari penggunaan heart sanitizer
adalah dengan memulai membiasakan diri untuk melihat segala sesuatunya dari
sisi yang positif. Misalnya saja, teman atau anggota tim sudah bekerja keras
tapi kinerjanya belum bagus, maka sisi positifnya dulu diapresiasi baru
kemudian hasilnya dievaluasi. Atau bisa juga kita mulai dari suatu hal kecil
nan sederhana misalnya, dengan sekedar menanggap dengan ucapan “josss”
“mantabbb” “wah keren" atau bahkan hanya sekedar emoticon di postingan
teman yang ada dalam grup WA atau langsung dengan ucapan “terima kasih rekan,”
sambil nepuk bahu atau salaman boleh juga dibumbui senyuman, hal terseubut akan
sangat berarti bagi si penerima.
Dengan hati yang bersih, sikap yang fair, sportif dan
gentle mengakui prestasi orang lain tidak akan menurunkan harga diri,
tetapi akan menunjukkan sebagai pribadi yang dewasa. Berani mengapresiasi orang
lain dalam segala hal, akan membuat hati menjadi sehat, karena terhindar dari
sifat iri dan dengki.
Rekan-rekanita, Mari jangan berhenti untuk tetap
mengapreasiasi orang atas pekerjaan dan usahanya, bukan sekedar hasil, tapi
juga proses yang mungkin dia lalui dengan susah payah. Berapa banyak kita
kehilangan kawan kerja, organisasi dan sahabat karena kita less-apresiatif
padanya? Refleksi sendiri sangat diperlukan. Dan saya percaya, apa yang kalian
tebar itu yang kalian tuai. Kalau selalu berkata positif, mengapreasi orang,
suatu saat akan datang pada kita orang yang membangkitkan semangat kita. Kebiasaan
ini mengajarkan kita untuk jadi sosok yang lebih rendah hati, mengesampingkan
ego, menahan emosi, selalu berpikir positif, dan jadi pribadi yang lebih
menyenangkan. Semoga kita ditakdirkan menjadi pribadi yang selalu diselimuti
rasa syukur dan kebahagiaan, amiin.
Penulis: Muwilhab
Editor: Anifa
Mantab rekan
BalasHapusSiap2
Hapusyg di foto itu siapa min
BalasHapusRekanita Dari ippnu :D
HapusLanjutkan
BalasHapusSiap2
Hapus