Apakah anda merasakan Ramadhan kali ini berbeda? Ya, Bukan hanya anda sendiri melainkan seluruh manusia
di jagat semesta juga
merasakannya. Lantas apa
sebabnya? Seperti yang kita ketahui yakni menyebarnya wabah Covid-19 atau lebih di kenal sebagai Corona.
Kedatangannya membuat
geger dunia khususnya Indonesia. Manusia seperti dihantui kematian kemana dan
dimanapun mereka berada. Seolah, ini merupakan bagian dari ayat
(notifikasi) Tuhan kepada manusia yang berstatus imigran dari langit ke bumi untuk
dimandatkan sebagai khilafatu fil ard. Perilaku destruktif konon
telah melekat pada diri manusia hingga malaikat pun mengetahui bahwa hasil ciptaan manusia pasti
akan menimbulkan kekacauan di muka bumi. Oleh karena itu, momen yang kita perlukan saat ini adalah istirahat sejenak dari
hiruk pikuk duniawi. Memindahkan padatnya volume kerja untuk fokus pada eskalasi kesalehan ritual dan
kesalehan sosial sembari berkontemplasi.
Mungkin apa yang
akan kita hadapi tahun ini merupakan bagian dari rangkaian as-shaum
al-a’dhom (puasa agung). Bukan manusia saja yang perlu berpuasa, namun
juga bumi dan seluruh isinya. Kiranya itulah notif yang ingin di sampaikan oleh Tuhan kepada kawula-Nya. Pada akhirnya alam akan merefleksikan, kota-kota yang mana selalu bising dan dan banyak polusi, sekarang menjadi lebih asri dan tenang bibarokati Lockdown (berkah Lockdown). Yang semula sibuk dengan pekerjaan kini harus belajar memandang lebih luas apa makna dari rizqi. Bukan hanya sekadar materi namun juga kesehatan dan waktu. Istirahat tak kalah pentingnya dari bagian nikmat rizqi Tuhan. Jauh-jauh hari kadang diantara kita telah menerima ajakan buka bersama dengan teman maupun kerabat. Namun kini menjadi sepi, kalaupun ada kadangkala aktivitas tersebut bukan meramaikan bulan suci, namun dapat mereduksi nilai-nilai yang telah diajarkan baginda Nabi dalam menyambut bulan Ramadhan. Inilah momen yang tepat untuk fokus menjalankan Puasa Ramadhan yang
bernilai Adiluhung (tinggi mutunya) .
Sejak makhluk ini mulai
transit sampai bulan pembakaran dosa nampaknya tidak ada habisnya menjadi buah
bibir. Pasalnya, berbagai dampak yang ditimbulkan kerap kali membuat perubahan
yang secara langsung maupun tidak langsung turut memengaruhi kehidupan manusia.
Berbagai perubahan itu menunjukan sebagai suatu hasil yang bersifat negatif dan
positif. Perubahan akan dikatakan negatif apabila dilihat dari adanya berbagai
kerugian dari segala hal yang dialami oleh seluruh masyarakat. Namun, secara
tidak langsung, wabah ini juga memunculkan salah satu perubahan dari perbagai kalangan
bawah yang ditandai dengan munculnya frame kesalehan sosial yang termanifestasi
dalam bentuk solidaritas yang dilakukan baik dari level Individu, Ormas, Komunitas
berbasis Neighborhood, Organisasi Keadamaan dan lain-lain. Hal ini sebagai
bentuk dari adanya perwujudan nilai interdependensi, mutual help,
kesalehan social yang merupakan wujud dari adanya awareness (Kesadaran).
Sikap dan
respon konkret yang diambil oleh masyarakat grassroot (kalangan bawah)
tentunya, dapat menimbulkan berbagai spekulasi terkait peran dan kebijakan
pemerintah dalam menghadapi Covid-19 yang kerap kali muskil. Ketidakpastian
inilah yang memicu timbulnya jenis kekuatan baru yang bersifat bottom-up,
yang dilakukan atas dasar inisiasi dan keinginan masyarakat dengan membentuk
solidaritas sosial. Disamping itu, Kultur “gotong royong” yang melekat turut
memrakarsai lahirnya gerakan solidaritas masyarakat dalam membantu satu sama
lain. Bentuk dukungan yang hadir pun sangat beragam, mulai dari penggalangan
dana untuk membantu perekonomian warga, penggalangan dana untuk membeli
alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti; masker, hand sanitizer,
dan pakaian APD yang diperlukan oleh tenaga medis. Ada juga bentuk
kesolidaritasan lain yang dinilai unik, yakni self-control. Langkah
sederhana yang bisa dimulai dari diri sendiri sebagai individu untuk menahan
diri (imsak) dengan melakukan physical distancing ditengah
mewabahnya virus corona. Narasi yang dibangun bertujuan untuk memutus rantai
penyebaran virus korona dilingkungan masyarakat. Self-control merupakan
wujud kesalehan sosial yang berdampak pada kepentingan kolektif. Tindakan yang
sederhana, tetapi apabila terus diterapkan oleh masyarakat, maka akan sangat
berdampak bagi penanganan virus korona yang tengah mewabah ini. Upaya button-up
ini dapat menjadi sebuah potret yang mengindikasikan bahwa masyarakat kita mampu
berdaya secara mandiri dengan membangun kesalehan social berskala grassroot (kalangan
bawah).
Dalam kondisi
saat ini yang dibutuhkan adalah berita-berita positif dan spirit ritualitas
ramadhan agar semua elemen masyarakat tidak menjadi gelisah dan semakin ketakutan.
Upaya yang dilakukan oleh Yurisprudensi Islam dalam mengkonstruk fikih pandemi
tentu menjadi solusi dalam menjawab kehawatiran umat akan stabilitas beribadah
di tengah Ramadhan ini. Tak ketinggalan para pengampu Kesalehan turut melokomotif
masyarakat dalam berikhtiar batin untuk mengetuk pintu langit melalui
doa-doanya sembari berkhusnudzon. Tak lupa kita patut berterimakasih kepada
pendiri jejaring sosial Facebook (Kang mark Zuckerberg), Instagram (Cak Kevin
Systrom dkk), dan juga YouTube (Gus zawed karem dkk) yang telah berjasa menjadi
media fasilitator “ngangsu kaweruh” saat ini.
Perubahan ulat
menjadi kupu-kupu bukanlah batu loncatan kunfayan yang bisa langsung dicapai.
Tuhan mengajarkan
hidup berjejer, beragam
rentetan siklus, dan
proses agar kita memahami arti daripada mengabdi kepada-Nya. Mengabdi bukan hanya
sekedar dhahir saja melainkan bathin juga. Belajar mengerti arti syukur atas
nikmat yang apabila dikalkulasikan manusia akan kuwalahan karena tak sebanding
jika diukur dengan pengabdian seorang hamba kepada-Nya. Kini saatnya manusia
bermetamorfosa mengembangkan
serta merawat spiritualitas dan kesalehan sosialnyanya. Inilah mungkin alasan prinsipil Tuhan
menghadiahkan pandemic Covid-19 untuk kita di ramadhan tahun ini. Sehingga,
tidak menjadikan ramadhan yang konsumtif, yang mana semakin menyembah nafsu
memboroskan modal dan menghamburkan uang. Itu puasa picisan, yang hanya meriah
dipermukaan namun tidak memiliki kedalaman, nihil makna. Kiranya, pesan ini dapat
sampai ke hati tanpa embel-embel yang terlalu ndakik-ndakik entah kepada
siapa pun yang membaca.
Selamat berpuasa dan Semoga bermanfaat.
Penulis : Habibi Wil
Editor : Kart’
Luar biasa
BalasHapus