Apa kabar puasanya, mblo? Masih
jomlo atau mungkin sudah ter-unistal kejomloannya! Dalam panggung asmara, entah
dimulai sejak kapan, sering kali rekan-rekanita yang tunapasangan (Jomblo: bentuk
takbaku dari Jomlo) menempati posisi yang kurang beruntung & inferior (teraniaya)
di jagat Digital native (Facebook, Instagram, WhatApp dsb). Nahasnya, kadang
kenyataan itu berujung pada dunia nyata. Ketika kongkow atau sedang rapat misalnya,
nasib para jomblo yang sering ter-stigmatis ajek mendominasi isu unggulan yang cenderung
sarkasme (majas sindiran level dewa) Oleh rekan rekannya yang sudah nirjomblo,
sejenis "Jomlo Shamming".
Lahirnya istilah jomblo hingga
sekarang, nampaknya masih banyak orang asik bertengkar pendapat perihal jomblo.
Para Teolog mencurigai bahwa Jomlo adalah adalah obyektivitas Irodah Tuhan dengan
iming-iming bahwa kelak disurga tidak ada yang jomblo alias mendapat jaminan bidadari.
Disisi lain para pertapa mendedahkan dengan jalan moksa bagi para jomblo sampai
meraih kebahagian sejati, yakni dengan meditasi dan olah jiwa. Tak tanggung-tanggung
para mistikus juga urun rembuk menterminolog bahwa jomblo itu upaya untuk
mendekatkan diri pada Tuhan dalam konteks gradasi spiritual. Sementara itu pengamat
di bidang lain tak kunjung usai mengobservasi jomblo dari perspektif sesui dengan
kepakarannya. Kabar baiknya, silakan anda juga bisa menterminolog istilah tersebut
sesuai dengan perspektif amal dan perbuatan.
Episentrum jomlo yang akan penulis
narasikan kali ini, dalam lingkup salah satu departemen yang ada di Organisasi
Pelajar atau yang dilingkup rekan-rekanita lebih kondang dengan sapaan Departmen
Jomblo. Pertanyaan lugunya, mengapa bisa demikian ? Seturut pengamatan penulis,
keseluruhan anggota departmen ternyata mengidap tuna asmara, terlepas dari nasib
ini sebuah ke-betul-an atau ke-keliru-an. Disisi lain, kondisi departemen yang
hanya dihuni oleh laki-laki saja turut memprakarsai pengelistilahan ini. Tidak perlu
penulis sebut semua, namun cukup eksponen-eksponennya (tokoh) saja.
Hingga kini, Jamak yang masih menyana
bahwa jomlo adalah sebuah kesialan atau momok (hal yang cukup menakutkan). Namun
hal tersebut tidak penulis temui pada diri Cak Syams. Seorang eksponen yang konon oleh rekan rekannya
sesama jomlo digadang-gadang sebagai tokoh kunci semacam "Jomlo of the
year". Sedikit menyinggung nama, entah hal yang kebetulan atau memang benar
masih ada darah keturunan, Syams disini memiliki kemiripan sifat/karater dengan
Tokoh Syams at-Tabriz (Guru Besar Jalaludin Rumi) yang memiliki keelokan tutur kata
dan sifat kebijaksanaan. Maka tak khayal disaat Syams ini berbicara dalam nuansa
formal maupun non formal tak sedikit ukhti-ukhti yang terkesima melihatnya
hingga tergeletak sampai mengglinding terguling-guling. Bahkan ketika kesal atau
marah pun suaranya terdengar religius. Misal: marahnya terdengar seperti tilawah,
jengkelnya dilantunkan layaknya tartil, menghardik dengan lagu bayyati, praktis
anda seolah berada ditengah-tengah lomba MTQ, ketika anggotanya bandel pun panjang
kemarahannya tidak lebih dari 4 harokat atau 2 alif.
Jomlo dengan keceriaan sebagai thoriqoh
ninjanya. Kiranya ungkapan tersebut sedikit membatu untuk memahami sketsa biografi
dari Eksponen Syams ini. Layaknya pemuda lain, kondisi batin cak Syams juga sering
mengalami pasang surut dilanda kegundahan. Meski di rundung "nasib getir"
namanya laki-laki pantang mematikan sisi ceria dalam hidupnya. Tawanya lebih sering
pecah dibanding air matanya yang meruah. Tidak apa-apa jomlo, yang penting
standart prestis (wibawa) harus tinggi. Baginya, seorang darah muda memikir
pasangan itu sesuatu hal yang wajar adanya, tetapi tidak seharusnya waktu itu
habis hanya untuk memikirkan dan menyibukkan dari sesuatu yang sudah dijamim
(qodo & qodar)nya. Aura anatomi fisik good-looking yang cak syams
miliki tidak menjadikannya terkecoh dari zaman gila pencitraan ini. Lika liku
perjalan hidupnya selalu mengarah untuk menghasrati setiap perkembangan dan
kemajuan sembari terus memoles potensi yang ada dalam dirinya.
Lain cak Syams lain lagi pula Gus
Noewel. Meskipun sama-sama mengidap jomlo dan memiliki cara sendiri untuk
menikmatinya, eksponen jomlo ini nampaknya juga punya ke-khas-an tersendiri.
Ketika cak syams menggunakan keceriaan sebagai jalan ninnjanya, maka Gus Noewel
menikmati ke-jomlo-an dengan petualangan pengembaraan intelektual sembari
pendakian spiritual. Gus Noewel adalah tipe eksponen yang suka berkelana bahkan
rekan rekannya pun sempat menyangka dia ini nomaden. Hal seperti itu dia
lakukannya sejak dia kecil bermula dari satu penjara suci(Pesantren) ke penjara
suci yang lain, dari satu organisasi ke organisasi yang lain.
Hemat penulis, Gus Noewel terinspirasi
dari salah satu syair puisi karya imam syafi'i yang berbunyi
"Tidak ada tempat bagi orang yang berakal dan beradab untuk
beristirahat, tinggalkanlah tanah kelahiran dan mengasingkandirilah,
Berkelanalah maka engkau akan menemukan pengganti orang-orang yang kau
tinggalkan, dan berlelah-lelahlah karena sesungguhnya nikmat hidup itu didapat
saat kita berlelah-lelah". Sejarah menjadi saksi atas pengejawantahan
teori Rihlah Intelektual tersebut, ulama-ulama besar Islam, baik klasik ataupun
modern mengaplikaskan ritual rihlah intelektual ini dengan khidmat dan
bijaksana. Bahkan nabipun diketahui ciri-ciri kenabiannya oleh pendeta
bukhaira' juga disaat diajak pamannya rihlah (merantau). Pertanyaan
mainstreamnya, apa istimewanya rihlah? orang yang sering berpetualang
Intelektual biasanya lebih toleran, tahu banyak khilafiah, tahu banyak madzhab,
perspektif lebih luas, tidak mudah kagetan dengan hal-hal baru, lebih santuy
dan bahkan bisa menjadi buronan para pencari mantu idaman juga (jika
beruntung).
Itulah kiranya penulis temui pada diri Gus Noewel. Praktis, ketika dia di kampus, pondok
atau saat mulai kembali pulang ke kampung halamannya, orang berebut untuk di
jadikan pasangan. Pendek kata, orang kalau merantau di bursa perjodohan level
kampung hingga kampus dia akan menjadi rebutan. Sampai-sampai Gus Noewel ini dijadikan sebuah prototype atau
dijadikan role model tentang bagaimana menjadi pria sholeh. Jangan
salah, Gus Noewel ini juga perindu. slogan
lugu kesetiannya "Yang lebih nikmat dalam cinta kasih bukanlah berjerih
payah untuk bertemu, melaikan berjihad menanggung rindu" semacam mirip
jihadis rindu. Daya khayaliyah-nya sudah di tingkat Jomlo shirotol
mustaqiem yakni tak putus asa untuk terus elegan dan berjalan kearah masa
depan sembari disisi lain dia juga istiqomah mempertahankan ke-jomlo-an demi
menghargai rekan-rekan seperjuang yang juga jomlo (sejenis jomlo Muttafaqun
'Alaih). Gus Noewel Inilah yang digadang-gadang kuat akan melanjutkan
tongkat estafet dari cak syams, semacam "the next cak syams".
Namun demikian, bukan berati Gus Noewel ini kebal derita,
sering penulis jumpai dia di bully oleh rekannya nirjomlo. Maklum, bully
membuly dikalangan lingkup pesantren sampai organisasi sudah seperti
sego-jangan, tapi penulis sebisa mungkin menghibur dan membelanya, Bukan semata
karena ia lemah, namun lebih kepada penyeimbang.
Membaca kondisi diri dan mengeja fenomena-fenomena dalam
kehidupan keduanya bukanlah hal yang asing, tapi Jalan sunyi bernama
"jomlo" itu jika disikapi dengan benar mampu mendedah ruang-ruang khusus
yang berguna untuk sebuah kehidupan; gelimang makna. Dan seyogianya, para jomlo
bisa meneledani sosok kedua eksponen jomlo yang telah ditahbiskan sebagai jomlo
"recommended" ini, Cak Syams & Gus Noewel. Tujuan tulisan ini sekedar
fragmentasi (cuplikan) kehidupan, sebab niat mulanya untuk mengambil ibrah (pelajaran)
dari mereka para jomlo (termasuk penulis sendiri).
Dari dua jomlo hebat yang sudah
diceritakan diatas sebenarnya masih ada beberapa eksponen jomlo yang belum
disinggung dan sepertinya berat untuk di narasikan. Kenapa bisa demikian ?
Kabar buruknya, eksponan ini hampir saja mengalami "kemurtadan"
(Apostasy) dari aliansi departemen jomlo. Dugaan sementara, eksponen jomlo ini mengalami
drama tragedi kalau di dalam dunia filsafat disebut "peripeteia"
yakni berbaliknya keuntungan menjadi kenahasan(Ambyarrr) karena kurangnya
kendali jiwa dan olah rasa dalam menyikapi mantan calon ukhti-nya. Boleh
jadi kondisi itu adalah sebuah ujian baginya. Kata Socrates "the unixamined life is not worth
living" (hidup yang tidak diuji adalah kehidupan yang tidak berharga). Mari kuatkan diri kalian dan solid likulli zaman wa
likulli makan, mblo! , Semoga amal ibadah ramadhon kita semua diterima,
Amiin.
Penulis: Muwilhab
editor : Anifa
Mantab².. Jomblo terhormat ada dimana²
BalasHapusJomblooooo oh jombloooo
BalasHapusJomblo bermartabat
BalasHapus